Memahami Peran Fungsi Keluarga

Keluarga adalah sebuah institusi legal yang keberadaannya disahkan oleh hukum adat, hukum negara, bahkan oleh hukum agama yang kita yakini kebenarannya sampai tiba datangnya hari pembalasan kelak.

Keluarga adalah sebuah perusahaan besar (kalau boleh saya mengilustrasikannya begini) yang mesti dikelola secara profesional oleh orang-orang yang profesional pula dibidangnya. Karena dalam perusahaan yang bernama keluarga ini akan dihasilkan “produk” bernama manusia yang kelak akan meneruskan kehidupan ini sehingga pada tangan merekalah kebaikan dan keburukan dunia kelak berada. Ada harapan besar pada perusahaan yang bernama keluarga ini untuk menghasilkan produk yang nantinya akan mengemban misi untuk memakmurkan bumi yaitu misi yang dibawa oleh umat manusia (sebenarnya tapi sayang manusia kebanyakan alpa), yaitu seorang khalifatullah.

Lha, untuk mewujudkan itu semua maka dibutuhkan personil-personil yang profesional sebagaimana saya sebutkan di atas tadi serta dengan pembagian tugas yang jelas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing personil tersebut. Kaum Adam atau seorang laki-laki sudah dari sananya memang memiliki kodrat sebagai seorang pemimpin, imam bagi keluarganya dengan bahasa kerennya di bidang industri laki-laki adalah seorang “direktur utama” atas sebuah perusahaan yang bernama keluarga ini. Sebagai seorang “dirut” maka laki-laki bertugas untuk membuat konsep, strategi dan hal-hal dasar yang dibutuhkan demi terwujudnya visi perusahaan yang bernama keluarga ini, yakni keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Jadi wajar kalau dalam tugasnya laki-laki harus sering keluar rumah untuk melakukan lobi-lobi atau melakukan kesepakatan tender demi berlangsungnya kinerja perusahaan yang bernama keluarga ini.

Sementara perempuan sebagai seorang istri memiliki jabatan yang tidak kalah penting dari laki-laki, yaitu sebagai seorang “manajer pelaksana” atas konsep yang telah dibangun oleh sang dirut yang tentu saja konsep tersebut sebelumnya sudah dipertimbangkan bersama sang manajer pelaksana alias istri. Jadi di sini istri lebih berperan sebagai pengawas atas kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan yang bernama keluarga ini.

Lantas, bagaimana jika tugas istri ini sebagai seorang manajer pelaksana di wakilkan pada seorang asisten pribadi atau yang biasa disebut pembokat alias pembantu? Jawabannya, ya boleh saja kalau memang keadaannya mengharuskan seperti itu. Tetapi bila tugas dan tanggung jawab manajer pelaksana ini terus-terusan dilimpahkan pada orang lain dalam hal ini adalah asisten pribadinya maka dikhawatirkan sang asisten tidak mampu menerjemahkan konsep yang sudah ditetapkan bersama (karena biasanya semakin ke bawah struktur jabatannya semakin menurun pula kualitas dan kemampuannya) sehingga yang terjadi adalah penurunan kualitas dari produk yang dihasilkan dan ujung-ujungnya adalah kepercayaan konsumen akan turun dan tak jarang akan menimbulkan sebab yang parah, yaitu hancurnya reputasi sebuah perusahaan yang bernama keluarga ini. Degradasi moral anak bangsa. Jujur saya tidak ingin itu terjadi. Entah, lainnya?!…

Tinggalkan komentar